Allah mengasihi Anda, dan DIA juga ingin agar Anda mengasihi DIA

Thursday 22 October 2015

MANUSIA SEBAGAI MITRA ALLAH

PENGANTAR

Manusia tidak bisa dipisahkan dari alam. Karena manusia adalah bagian dari alam itu sendiri. Sejak semula manusia sudah ditetapkan untuk berdampingan dengan alam. Karena Allah menetapkan manusia sebagai mitra-Nya untuk mengelola dunia di mana dia ditinggal. Dengan demikian seharusnya manusia bersahabat dengan alam dan bukan sebaliknya.

Tidak bisa dipungkiri banyak masalah lingkungan disebabkan oleh ulah manusia. Kerusakan lingkungan baik di darat, laut dan udara diciptakan oleh manusia. Ini merupakan pengingkaran jati diri manusia sebagai mitra Allah. Itulah sebabnya melalui tulisan ini, penulis merasa penting untuk mengangkat topik ini agar mendapatkan perhatian dari kita manusia. 

Penulis berharap lewat tulisan ini setiap pembaca menyadari status hidupnya sebagai Mitra Allah yang harus menjaga kelestrarian lingkungan di mana dia tinggal.

PENDAHULUAN 

Manusia diciptakan oleh Allah melebihi ciptaan yang lain di mana manusia bukan saja dijadikan sebagai bagian dari penciptaan Allah tetapi ditempatkan sebagai mitra-Nya untuk melaksanakan rencana-Nya bagi segala ciptaan yang lain. Jadi penciptaan manusia bukan hanya menyemarakkan ciptaan Tuhan tetapi turut ambil bagian untuk mewujudkan maksud Allah dalam menciptakan dunia dengan segala isinya. Di sini peran manusia menjadi sangat penting yang menandakan bahwa hidup manusia itu sangat berharga. 

Allah menjadikan manusia agar dapat melakukan apa yang sudah Allah rencanakan bagi hadirnya manusia di dunia ini yaitu menjadi mitra Allah. Itulah sebabnya Allah memperlengkapi manusia untuk memenuhi tujuan kehadirannya di dunia ini sehingga rencana Tuhan bagi manusia bisa tercapai. Dengan demikian manusia harus menempatkan dirinya pada maksud dan ketetapan Allah ini. Karena Alkitab tidak mendukung dalam bentuk apapun yang memperlakukan manusia di bawah martabat kemanusiaannya. Setiap tindakan yang tidak mengarah kepada maksud Allah ini merupakan sebuah penyimpangan yang tentunya akan mendapatkan konsekwensinya. 

Jadi, manusia memiliki kedudukan yang sangat penting di tengah-tengah rencana Allah menciptakan dunia, tetapi semua itu berpulang pada manusia apakah manusia itu juga menempatkan dirinya sebagai mitra Allah untuk mengelola dunia? 

MITRA ALLAH UNTUK MENGELOLA DUNIA 

Alkitab berkata, ” …penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej. 1:28). Inilah perintah Allah dari sejak semula untuk manusia ciptaan-Nya. Allah menempatkan manusia menjadi mitra Allah untuk mengelola dunia ini. Keputusan untuk mengelola dunia ini tidak diberikan kepada ciptaan yang lain selain kepada manusia. Hal ini membuktikan betapa berharganya manusia itu dibanding dengan ciptaan yang lain. Kata “taklukkan” atau “berkuasa” memiliki pengertian suatu kuasa untuk memerintah yang tentu bertujuan untuk mengurus atau menata. Dengan demikian Allah menempatkan manusia menjadi mitra-Nya untuk kemudian mengurus semua ciptaan Allah. Sebab Allah bukan saja Tuhan yang menciptakan bumi dengan segala isinya tetapi juga Allah yang sanggup memelihara ciptaan-Nya. Dan salah satu bentuk pemeliharaan Allah atas ciptaan-Nya adalah mengelola dunia ini lewat manusia yang adalah mitra Allah. 

Lebih jauh ayat di atas menegaskan ruang lingkup tugas dari manusia sebagai mitra Allah adalah atas darat, laut dan udara. Tuhan memberikan wewenang kepada manusia untuk mengelola apa yang ada di darat, laut dan di udara. Tentu wewenang itu diberikan karena Allah sudah memperlengkapi manusia dengan kemampuan untuk menguasai segala ciptaan baik yang ada di darat, laut dan di udara. Jadi manusia merupakan kepanjangan tangan Tuhan di dunia ini untuk melanjutkan pekerjaan-Nya bagi dunia yaitu memelihara ciptaan-Nya. ”TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej. 2:15). Dengan demikian manusia menjadi kepercayaan Allah untuk mengelola dunia di mana manusia itu ada. Sebab sebelum manusia diciptakan, belum ada yang diberikan wewenang untuk memelihara bumi ini. “Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit, -- belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apa pun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu;” (Kej. 2:4-5). Dengan demikian kehadiran manusia sebagai ciptaan memiliki tujuan agar manusia itu menjadi mitra Allah yang dipercayakan untuk mengusahakan tanah di mana dia ada. 

Jadi, siapapun kita dan apapun latar belakang kita, kita telah ditertapkan Allah menjadi mitra-Nya untuk mengelola dunia di mana kita tinggal. Mungkin ada orang yang berkata, “Saya adalah orang biasa yang tidak memiliki akses untuk bisa mengelola dunia ini”. Sadarlah bahwa di pemandangan Allah, semua manusaia sama yaitu sama-sama ciptaan Allah yang telah dipercayakan untuk mengelola dunia ini. Apakah kita seorang pejabat atau masyarakat biasa, kita memiliki mandat yang sama untuk menata dunia ini sesuai dengan rencana Tuhan. 

MENJADI MITRA YANG BERTANGGUNG JAWAB 

Allah telah memberikan dunia ini untuk manusia kelola di mana hak milik atas dunia tetap pada Allah. “Itulah sebabnya penguasaan kita atas bumi ini adalah berdasarkan hak pakai bukan berdasarkan hak milik.” Jadi, jika kekuasaan atas bumi ini dengan demikian adalah yang didelegasikan kepada kita oleh Allah, dalam rangka suatu kerjasama dengan Dia, maka kitapun harus bertanggung jawab kepada Dia atas cara kita mengelola bumi ini. 

Manusia diberikan kuasa untuk memelihara lingungannya dan bukan sebaliknya. Sebab sebagai makhluk hidup yang membutuhkan lingkungan, manusia memiliki kewajiban untuk menghormati, menghargai dan menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalam lingkungan. Karena manusia adalah bagian dari lingkungan. Perilaku positif manusia dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari sedangkan perilaku negatifnya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. 

Namun yang sering terjadi bahwa kemampuan yang diberikan Allah kepada manusia untuk menaklukkan dunia ini justru dipergunakan bukan untuk melestarikan alam tetapi untuk menghancurkannya. Hal itu bisa kita lihat di sekitar kita di mana setiap kita sering menjadi bagian dari penghancuran bumi di mana kita tinggal. Banjir terjadi di mana-mana karena ulah manusia yang mengingkari keberadaan dirinya sebagai mitra Allah. Eksploitasi hutan tanpa kendali hanya untuk memperkaya diri sendiri telah membuat hutan-hutan di dunia ini rusak dan mengancam bumi di mana kita tinggal. 

Bukan rahasia umum lagi bahwa yang terjadi akhir-akhir ini khususnya di Indonesia, di mana bumi semakin rusak karena pengingkaran dari tanggung jawab yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai mitra Allah. Hutan-hutan di Indonesia semakin hancur karena penebangan pohon yang tidak terkendali sampai hutan lindungpun dijarah habis-habisan. Belum lagi penambangan yang tidak mengindahkan reklamasi lahan sehingga setelah dikeruk kekayaan yang ada di perut bumi kemudian dibiarkan tanpa penataan kembali sehingga yang terjadi adalah bumi semakin rusak parah. Praktek penambangan saat ini sudah sangat memprihatinkan. Tak hanya hutan produksi yang habis digarap secara membabi buta, tetapi juga kawasan konservasi dan lahan pertanian masyarakat. Hal ini terjadi karena manusia yang telah diberikan mandat ilahi untuk menguasai bumi ini telah menyalahgunakan kepercayaan itu sehingga menjalankan prinsip ajimumpung sehingga hanya memikirkan untung tanpa mengindahkan tanggung jawabnya untuk memelihara. Memang manusia semakin rakus dengan hukum ekonominya di mana menginginkan untung sebanyak-banyaknya dengan modal sedikit-dikitnya. Prinsip ini telah membuat bumi khususnya di Indonesia telah merana karena dijarah habis-habisan dan tanpa kendali. Belum lagi pemanasan global yang terjadi yang memicu makin panasnya suhu di bumi karena ulah kita yang tidak bisa mengontrol diri dengan memanfaatkan barang-barang yang memproduksi karbon dioksida yang merusak lapisan ozon. Semua itu adalah pengingkaran sebagai mitra Allah dan merupakan penyimpangan di mata Allah. Kalaupun manusia mendapatkan hasil yang melimpah dari penyimpangan ini dan menjadikan hidupnya terpandang di mata manusia lainnya, tetapi sesungguhnya manusia seperti ini adalah manusia yang telah menyangkali dirinya sebagai mitra Allah yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan yang telah mempercayakan bumi ini untuk dikelola dan memelihara dunia ini khususnya bumi di mana kita berada. Belum lagi kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai dampak dari penyimpangan itu. Eksploitasi hutan, misalnya, akan menghasilkan banyak keuntungan rupiah. Namun, juga akan merubah struktur ekosistem yang menurunkan kualitas lingkungan atau bahkan rusaknya lingkungan dalam jangka waktu yang cepat, bahkan sering kali cenderung permanen. Demikian juga kegiatan budidaya yang tidak disertai konservasi telah menyebabkan erosi, menurunkan produksi pertanian dan menambah ongkos pemupukan yang tidak jarang menyebabkan polusi pestisida yang merugikan kehidupan biota air sungai dan nelayan, serta kesehatan masyarakat. 

Di kota besar, pembangunan kota dan pemukiman telah menyebabkan naiknya suhu udara sampai 10 derajat Celsius, menurunkan kemampuan tanah menyerap air, polusi udara, tercemarnya sungai, dan berbagai kerusakan nilai lingkungan. Di sektor pertambangan, tidak dapat ditutupi timbulnya kerusakan lingkungan langsung yang amat sulit direklamasi. Namun, hal yang jelas merugikan seperti ini tidak sebanding dengan untung yang didapat. 

Untuk itu, marilah kita kembali kepada jati diri kita sebagai mitra Allah. Hendaknya kita mulai memenuhi panggilan kita untuk mengelola dunia ini dengan memiliki etika terhadap lingkungan di mana kita ada. Sebab etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Sebab hanya melalui kita dunia ini bisa tetap terjaga karena hanya kepada kita dunia ini dipercayakan Allah untuk dipelihara. Hal itu bisa kita lakukan sekarang dimulai dari hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah dengan sembarangan. Mungkin hal ini sepele tetapi bisa membuat malapetaka yaitu banjir. Budayakanlah untuk membuang sampah pada tempatnya sebab dengan demikian Anda telah menempatkan diri Anda sebagai pribadi yang adalah mitra Allah yang bertanggung jawab. 

Demikian juga sebagai pengusaha yang diberi kepercayaan untuk mengelola hutan industri misalnya. Kelolalah secara bertanggung jawab dan jangan hanya untuk mencari keuntungan semata-mata. Allah - lewat pemerintah yang ada - telah mempercayakan hutan bukan saja untuk dimanfaatkan hasilnya tetapi juga dipelihara kelestariannya. Kalau memang harus menebang pohon-pohon yang ada tidak menjadi masalah tetapi harus juga memikirkan untuk menanam pohon yang lain sebagai gantinya. Bukan semata-mata karena tuntutan perjanjian dengan pemerintah setempat tetapi wujud dari tanggung jawab kita sebagi mitra Allah. 

Hal yang sama berlaku bagi mereka yang berkecimpung di dunia industri hendaknya memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan di mana industri itu beroperasi sehingga bukan saja mencari keuntungan dari beroperasinya industri itu tetapi juga memberikan dampak yang baik terhadap lingkungan di sekitarnya. Jangan membuang limbah ke sungai sebelum mengolahnya sehingga menjadi ramah lingkungan. Semuanya itu tentunya sebagai bentuk tanggung jawaban bukan saja kepada daerah di sekitarnya tetapi terlebih kepada kepercayaan yang telah diberikan Tuhan sebagai ciptaan yang harus mengelola dunia ini. 

Demikian juga mereka yang berusaha di bidang kelautan. Kelolalah laut dengan memanfaatkan apa yang terkandung di dalamnya tanpa harus merusak terumbu karang yang ada di dalamnya. Dan juga jangan menangkap ikan dengan membabibuta sehingga terjaga kelangsungan hidup ikan-ikan yang ada di dalamnya. Sebab sudah banyak jenis ikan yang punah disebabkan karena keserakahan manusia. 

Di bidang-bidang manapun kita berkecimpung hendaknya kita terpanggil untuk memenuhi tanggung jawab kita sebagai mitra Allah dalam mengelola dunia ini. Jangan pernah berpikir bahwa pengelolaan dunia adalah tanggung jawab dari orang-orang tertentu tetapi melibatkan kita semua. Siapapun kita dan apapun yang menjadi profesi kia, Allah telah mempercayakan dunia ini untuk kita kelola secara bertanggung jawab. Hendaknya kepercayaan itu mampu kita pertanggung jawabkan, karena suatu saat Allah akan meminta pertanggung jawaban dari kita. 

KESIMPULAN 

Manusia diciptakan dengan satu maksud agar manusia itu menjadi mitra Allah dalam melestarikan alam ciptaan-Nya. Itulah sebabnya Allah memperlengkapi manusia itu dengan kemampuan dan kreatifitas untuk memenuhinya. Hendaknya manusia memakai pemberian Allah itu untuk maksud dan tujuan di atas. Marilah kita berbuat sesuatu yang bisa membuat lingkungan di mana kita tinggal menjadi lingkungan yang lebih baik. Dimulai dari hal-hal kecil tetapi nyata dan lakukanlah mulai sekarang tanpa menunda-nundanya. Dorong juga orang lain untuk melakukan hal yang sama agar mereka menjadi seperti kita karena mereka sudah melihat satu bukti yang nyata. Sebab keberlangsungan bumi kita tergantung pada kita, karena kepada kitalah bumi ini dipercayakan untuk dikelola. Kita perlu menjaga dan memelihara lingkungan hidup karena lingkungan hidup adalah ciptaan Allah, dan diciptakan untuk hormat dan kemuliaan-Nya. 

Oleh karena itu, jadilah sahabat bagi alam agar alam bersahabat dengan Anda. Dengan demikian Anda menjadi mitra Allah yang bertanggung jawab. 

KEPUSTAKAAN 

Alkitab. Lembaga alkitab Indonesia, 1974. 
Alkitab Sabda. “Norma Etika Lingkungan”. http://alkitab.sabda.org/resource.php topic=837&res=jpz.2014.1 
Effendi Rahim, Supli. “Jenis Etika Lingkungan dan Prinsip-prinsip pelaksanaanya” http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html.2014. 
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3. pen. Lisda Tirtapraja Gamadhi dkk Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. 
G. Kline, Meredith. Tafsiran Alakitab Masa Kini 1. Diterjemahkan oleh Harun Hadiwijono. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000. 
Handadhari, Transtoto. “Kuantifikasi Nilai Ekonomi Lingkungan” http://suplirahim 2013.blogspot.com/2014. 
Stott, John. Isu-isu Global. Diterjemahkan oleh G.M.A. Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, tt.

No comments: